PERTEMUAN DENGAN SI 'DIA'
Tanpa
menyebutkan namanya, coba ceritakan bagaimana pertemuan pertamamu dengan si
dia. Dia siapa, men? Oh my! Gak punya ‘dia’ masalahnya. Beri saya beberapa
menit untuk menemukan ‘dia’ yang akan saya ceritakan.
Beberapa menit kemudian.... beberapa menit tidak cukup ternyata, gaes. Kalau ‘dia’ maksudnya orang yang saya suka saat ini, masalahnya kita belum pernah bertemu secara langsung.
Setelah mencoba merenung sejenak, tiba-tiba terpikirkan satu orang sebagai ‘dia’.
Beberapa menit kemudian.... beberapa menit tidak cukup ternyata, gaes. Kalau ‘dia’ maksudnya orang yang saya suka saat ini, masalahnya kita belum pernah bertemu secara langsung.
Setelah mencoba merenung sejenak, tiba-tiba terpikirkan satu orang sebagai ‘dia’.
Kisah
dimulai saat aku dan keluarga menaiki kereta commuter line Jabodetabek
sepulang dari Masjid Istiqlal Jakarta. Waktu itu kereta sedikit penuh, sehingga
memaksaku untuk berdiri sepanjang perjalanan. Aku memilih untuk berdiri di depan
bangku prioritas. Tepat di bagian serong kanan berdiri sesosok pria bersandar
pada pinggir bangku membelakangiku. Dia tidak lumayan tinggi, hanya selisih
beberapa centimeter dariku. Selang beberapa waktu, pria itu menoleh menghadapku
hendak mengambil tasnya yang berada tepat di atasku. “Maaf, mbak.” Katanya sambil
tersenyum. Aku mundur beberapa langkah memberinya ruang. Setelah dia selesai berurusan
dengan tasnya, dia kembali ke tempatnya semula, namun kali ini dia menghadap ke
pintu kereta seberang. Aku sedikit canggung kemudian melanjutkan aksi melamun
memandangi dunia luar kereta lagi. Secara tiba-tiba dan tak terduga, dia
menoleh ke arahku dan berujar, “Dari mana mbak? Turun di stasiun mana?” aku
refleks menoleh, memandangnya sejenak memastikan benar-benar aku yang diberi
pertanyaan. “Dari Istiqlal. Turun di Bekasi.” Jawabku singkat tanpa berniat
bertanya balik. “Sama siapa? Enak dong jalan-jalan dan bla bla bla...” Aku agak
lupa apa yang kita obrolkan. Tetapi saya menangkap satu hal darinya, saya bisa
dengan mudah merasa nyaman dan nyambung saat mengobrol dengannya, jadi dua hal deng. Kesan pertama yang aku dapat, dia itu orang
yang humoris dan apa adanya. Obrolan terpaksa kita hentikan saat sampai di
stasiun Cikini karena dia harus turun. “Aku duluan ya, semoga bisa bertemu
lagi.” Katanya sebelum benar-benar turun dari kereta. Kereta kembali berjalan. Aku
melamun kembali kali ini memikirkan satu hal yang sedikit aku sesali. Kenapa aku
tidak bertanya, siapa namanya?
Yosh!
Yosh! Yosh! Untung saja peraturan mengharuskan untuk tidak menyebutkan namanya,
jadi saya bisa menceritakan ‘dia’ pria tanpa nama yang turun di staiun Cikini,
begitu saya menyebutnya.
Klaten, 21 Januari 2017
-S.N.H-
#10DaysKF
Comments
Post a Comment