SEGITIGA API DAN PEMINDAHAN PANAS
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Proses pembakaran merupakan kebalikan dari proses fotosintesis.
Sehingga, dlam proses pembakaran yang dihasilkan adalah karbondioksida, air,
dan panas. Pada proses pembakaran dapat dilihat dalam konsep segitiga api.
Terjadinya api akibat bergabungnya tiga unsur yaitu panas (heat), bahan bakar (fuel), dan oksigen (oyxygen) yang apabila bergabung ketiga unsur tersebut akan terjadi Api.
Ketiga unsur diatas disebut sebagai segitiga api. Namun, apabila salah satu
dari ketiga unsur di atas ditiadakan maka api tidak akan timbul (Solichin 2007). Konsep segitiga
api ini dapat dilihat dari kegiatan manusia sehari-hari.
Panas berpindah dari satu tempat
atau benda ke yang lainnya dengan tiga cara yaitu
konduksi, konveksi, dan radiasi. Cara konduksi yaitu hasil tumbukan molekul-molekul
saat salah satu ujung benda dipanaskan, molekul-molekul
ditempat tersebut bergerak lebih cepat. Molekul bertumbukan dengan molekul lain yang bergerak lebih lambat,
terjadilah transfer energi antar molekul,
yang pada akhirnya terjadi hantaran panas. Perpindahan panas konduksi juga adalah perpindahan panas yang tanpa disertai
dengan pergerakan objek (Prasetya B E, Arifin Z, Joko S T 2010). Konveksi melibatkan zat cair dan gas dalam perpindahan panas,
contohnya pada pemansan air dalam panci. Pada proses tersebut terjadi sirkulasi panas di dalam
zat cait dan
udara panas naik ke atas. Perpindahan secara radiasi
melibatkan gelombang elektromagnetik dalam perpindahan panasnya, namun tidak
memerlukan medium untuk perpindahan
panasnya.
- Tujuan
2.1.
Mengetahui pengaruh proses pembakaran unsur bahan baku yaitu oksigen,
sumber api, dan bahan bakar.
2.2.
Menentukan macam-macam cara pemindahan panas.
BAHAN DAN
METODE
- Bahan dan alat
Bahan : a. Lilin
b. Korek api
Alat : a. Gelas
berukuran 200 ml, 300 ml, 500 ml, dan 1000 ml
b. Lampu teplok
c. Alat pengukur waktu
- Metode praktikum
2.1. Segitiga api
a.
Menyalakan lilin dengan korek api dan memastikan panjang sumbu sekitar 0,5
cm – 1 cm.
b.
Setelah api lilin stabil, menaruh gelas 200 ml terbalik menutup lilin.
c.
Mengamati dan menghitung waktu yang diperlukan api hingga padam. Mencatat
hasil pada tabel.
d.
Mengulang percobaan di atas dengan mengganti gelas berukuran 300 ml, 500
ml, dan 1000 ml dan masing-masing ukuran gelas dilakukan pengulangan sebanyak
tiga kali.
2.2. Pemindahan panas
a.
Menaikkan sumbu pada lampu teplok setinggi 0,5 cm – 1 cm. Menyalakan lampu
teplok dengan korek api.
b.
Menempelkan tangan pada bagian ujung bawah, antara ujung atas dan ujung
bawah, serta bagian atas lampu teplok.
c.
Mencatat waktu yang diperlukan hingga bagian lampu teplok yang disentuh
terasa panas. Mencatat hasil pada tabel.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
- Hasil pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan volume gelas dan lama penyalaan
Volume gas (ml)
|
Lama lilin menyala (detik)
|
Rata-rata (detik)
|
||
1
|
2
|
3
|
||
200
|
9
|
6
|
5
|
6,67
|
300
|
11
|
9
|
9
|
9,67
|
500
|
15
|
16
|
16
|
11,67
|
1000
|
23
|
22
|
23
|
22,67
|
Tabel 2. Hasil pengamatan pemindahan panas pada lampu
teplok
Titik pengamatan
|
Jenis pemindahan panas
|
keterangan
|
A (ujung bawah)
|
Konduksi dan radiasi
|
Panas A lebih rendah dari panas B dan C
|
B (antara ujung atas dan ujung bawah)
|
Konduksi, radiasi, dan konveksi
|
B lebih panas dari A
|
C (ujung atas)
|
Radiasi dan konveksi
|
C lebih panas dari B
|
- Pembahasan
2.1.
Segitiga api
Api hanya dapat menyala dengan adanya sumber
api, bahan bakar, dan oksigen. Ketiga unsur tersebut berada dalam suatu
konsentrasi yang memenuhi syarat, maka timbullah reaksi oksidasi atau dikenal
sebagai proses pembakaran (Siswoyo 2007). Jika salah satu komponen tidak ada,
maka api tidak akan dapat menyala. Hasil praktikum pada tabel satu menunjukkan
semakin besar volume gelas yang digunakan, lama api menyala semakin tinggi. Api
yang ditutup dengan gelas bervolume 200 ml memiliki rata-rata waktu menyala
sebesar 6,67 detik. Volume gelas 300 ml, 500 ml, dan 1000 ml berturut-turut memiliki
rata-rata waktu sebesar 9,67 detik, 11,67 detik, dan 22,67 detik. Semakin besar volume gelas yang digunakan, oksigen yang
terdapat di dalamnya semakin besar. Api hanya dapat menyala karena adanya
oksigen, bahan bakar, dan sumber api.
2.2.
Pemindahan panas
Perpindahan panas yang dialami suatu benda
dapat berupa konduksi, konveksi, dan radiasi. Mekanisme
perpindahan panas yang terjadi dapat berupa konduksi, konveksi, atau radiasi.
Dalam aplikasinya, ketiga mekanisme ini dapat saja berlangsung secara simultan (Hartono 2008). Tabel dua menunjukkan bentuk-bentuk pemindahan panas pada lampu teplok. Lampu
teplok bagian A (ujung atas) memiliki pemindahan panas berupa konduksi dan
radiasi. Bagian A memiliki tingkat panas yang paling rendah. Bagian B (antara
ujung atas dan ujung bawah) memiliki perpindahan panas konduksi, radiasi, dan
konveksi. Bagian B lebih terasa panas dibanding bagian A. Bagian C (ujung atas)
memiliki pemindahan panas berupa radiasi dan konveksi. Bagian C terasa lebih
dari bagian B. Hasil di atas menunjukkan bahwa bagian C memiliki panas paling
tinggi diantara bagian A dan B karena asap yang berasal dari api langsung
menyentuh tangan tanpa penghalang. Bagian B terkena asap dari api yang langsung
menyentuh kaca lampu teplok. Bagian A memiliki tingkat panas paling rendah
karena api tidak bersentuhan langsung dengan kaca.
KESIMPULAN
Api
hanya dapat menyala karena adanya sumber api, bahan bakar, dan oksigen yang
dikenal sebagai segitiga api. Semakin besar volume gelas, maka kandungan
oksigen semakin tinggi sehingga semakin lama api dapat menyala. Perpindahan api
berbentuk konduksi, konveksi, dan radiasi. Perpindahan secara konveksi memiliki
tingkat panas paling tinggi dibanding konduksi dan radiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli. 1998. FISIKA Edisi
Kelima. Jakarta (ID): Erlangga
Hartono R. 2008. Penukar
Panas. Banten (ID): Camelia.
Prasetya B E, Arifin Z, Joko S T. 2010. Simulasi
perpindahan panas konduksi pada pengelasan logam tak sejenis antara baja tahan
karat aisi 304 dan baja karbon rendah ss 400 dengan metode berbeda. Mekanika. 9(1): 262-267
Siswoyo D. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta (ID): UNY Press
Solichin. 2007. Ringkasan
Laporan Hasil Pencapaian Kegiatan Sistem Informasi Kebakaran.
Jakarta: Departemen Kehutanan RI
Comments
Post a Comment